Dia Positif Corona, Malah Bikin Tim Medis Diisolasi
DUNIA MELIHATKU - Pagi itu aku menjadi salah satu pejuang melawan Corona dengan tetap #dirumahaja. Kebetulan ini akhir pekan, jadi aku mendengarkan dan menyanyikan lagu-lagu dari smartphone dengan suara lebih cempreng dari Nycta Ghina. Ah, ini kamarku juga, bodoh amat suara jelek dan lebih cempreng dari Nycta Ghina.
Saat matahari makin percaya diri bersinar, tiba-tiba ada telepon masuk dari Kakakku, Ma. Aku agak ragu mengangkatnya, ehmm... karena aku lagi menghayati lagu. Aku ingin menyelesaikan satu lagu saja. Tapi, baiklah... Aku menggeser tombol telepon hijau dan segera menjawab.
Kamu tahu, di seberang sana Ma tengah bercerita dengan menggebu-gebu dan tanpa sadar aku menahan nafas--segera lupa lagu patah hati yang tengah aku hayati. Seandainya kamu di posisiku, mungkin kamu akan merasakan hal yang sama meski kita buta pengetahuan medis.
Aku tidak tahu lagi harus berkomentar apa selain berkali-kali menyebut nama Tuhan dengan perasaan kalut, sedih, bahkan marah.
Baca juga:
- Himbauan Jarak, Tak Lantas Aku Melupakannya
- Dulu Aku Cemas karena Covid-19 atau Corona? Sekarang, Aku di Depan Covid-19!
- Gubuk Tulis, Ruang Mengenal Literasi Era Digital
Perawat Tidak Selalu Merawat Pasien Covid-19
Ma merupakan perawat di salah satu rumah sakit yang ada di kota yang telah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sejauh ini aku cukup bersyukur karena dia tidak selalu merawat pasien Corona. Bukannya aku tidak mau dia menjadi perawat pasien Corona, tapi aku tahu kesehatan Ma. Dia mungkin kakak tertangguh dan terkuat yang aku miliki, tapi aku tahu dia tak setangguh dan sekuat itu.
Tapi, ternyata semua tidak berjalan baik...
Ma selama ini harus minum obat seumur hidupnya karena sebuah penyakit. Kamu tahu kan kalau Corona ini lebih mudah menyerang dengan cepat orang-orang yang memiliki imunitas rendah atau memiliki kronologi penyakit. Pikiranku seketika tidak jernih. Aku menjadi sangat takut, apalagi dia mengakhiri percakapan singkat dengan permintaan sederhana yang tak sederhana.
Selain itu, seluruh tim medis adalah mereka yang lebih rentan terkena virus Corona. Kenapa? Ya karena mereka berdekatan langsung dengan pasien-pasien Corona.
"Aku dan teman-teman seruangan diisolasi. Tolong nggak cerita ke Bunda dulu ya... Doakan semua baik-baik saja."
Tanpa Ma minta, aku pasti mendoakan yang terbaik. Ah, andai aku bisa ke kota-mu Ma. Aku akan mengurus ketiga anakmu. Tapi, PSBB.
Pasien itu Membuat Seluruh Tim Medis Diisolasi
Begini ternyata rasanya tiba-tiba membenci negara sendiri dan sebagian orang-orangnya. Aku ingin marah, tapi kepada siapa aku marah? Aku tahu, Indonesia masih merupakan negara yang jauh dari sempurna. Tapi, tidak bisakah kita saling menolong di tengah Pandemi Virus Corona ini?
Tak harus menolong dengan donasi atau sejenisnya. Tolonglah untuk mentaati himbauan Presiden yang mati-matian mengatur agar Indonesia tak bobrok. Kalau pun kamu mendadak miskin, percayalah di sekitarmu juga pasti merasakan yang sama. Carilah orang-orang yang bisa menopangmu, atau carilah relawan Corona, entah bagaimana. Berdoalah kepada Tuhan... Percayalah, Tuhan memiliki rencana baik untukmu.
Jangan malah berbohong di depan publik!
Cerita Ma soal pasien itu...
Ma cerita... Pasien itu telah melakukan pemeriksaan di rumah sakit lain sebelumnya dan memang dinyatakan positif corona. Namun, pasien itu beralih ke rumah sakit tempat kerja Ma. Dia tak mengaku. Dia menjadi pembohong publik! Namun, pihak rumah sakit menemukan kebohongannya.
Seketika, semua orang di ruangan termasuk tim medis diisolasi untuk dilakukan pemeriksaan. Ya Tuhan... Kenapa harus berbohong jika bisa ditangani lebih awal dan tidak menyusahkan semua orang?
"Kita diisolasi, mas iparmu juga. Kita nggak tahu kapan boleh pulang. Kasihan anak-anak di rumah, bertiga," Yang Ma maksud anak-anaknya, 1 putra SMA, dan 2 putra masih SD kelas 6 dan kelas 3, tentu seketika aku mengajukan diri untuk datang, tapi seketika juga ingat PSBB, "nggak pa-pa, biar yang tertua menjaga adik-adiknya, makan bisa beli."
Jujur saja. Aku menjadi begitu geram dan marah, padahal tak biasanya aku menjadi pemarah. Tapi, aku benar-benar marah. Ma menambahkan "sesak nafasnya belum parah." Tapi tetap saja, Corona ya Corona... Tidak ada yang namanya toleransi!
Baca juga:
- Himbauan Jarak, Tak Lantas Aku Melupakannya
- Dulu Aku Cemas karena Covid-19 atau Corona? Sekarang, Aku di Depan Covid-19!
- Gubuk Tulis, Ruang Mengenal Literasi Era Digital
Ah, Indonesia ya Indonesia
Sampai saat ini sebenarnya aku berusaha berpikir seluas mungkin tentang pola sistem Indonesia. Aku mencoba mencari alasan dibalik peraturan-peraturan ditegakkan Indonesia, termasuk salah satunya hal yang sudah cukup lama terjadi. Kenapa Indonesia tidak segera menutup bandara dan malah memilih menurunkan harga tiket? Ekonomi Indonesia menjadi kuat karena hebatnya sektor wisata Indonesia.
![]() |
Semangat Pahlawan Covid-19. Gambar: Nid dan teman-teman |
Ah, biarlah yang berlalu sudah berlalu...
Aku menjadi marah dengan China, ah...
Aku malah lebih marah dengan mereka yang positif corona, tapi tidak mengaku dan bahkan berbohong. Aku berharap sekali mereka mau jujur, apa susahnya berkata jujur?
Bahkan jangan bohong tentang nggak pernah ke luar kota/negeri selama 14 hari terakhir. Kenapa? Ya agar kita semua mendapatkan penanganan lebih dini. Kita semua sama-sama berjuang, tidak satupun di antara kita tidak berjuang.
Kenapa bohong? Takut? Apa malu?
Bahkan jangan bohong tentang nggak pernah ke luar kota/negeri selama 14 hari terakhir. Kenapa? Ya agar kita semua mendapatkan penanganan lebih dini. Kita semua sama-sama berjuang, tidak satupun di antara kita tidak berjuang.
Di rumah aja juga berjuang untuk tidak ke mana-mana, bertahan untuk tidak bosan. Bahkan para pelajar atau mahasiswa juga sedang berjuang dengan belajar online, padahal betapa berat bagi mereka belajar online. Para pasien Corona juga tentu berjuang untuk sembuh. Para tunawisma juga berjuang untuk tetap bertahan hidup di tengah pandemi Corona.
Cuma orang-orang bodoh yang malu mengaku. Cuma orang-orang bodoh yang membangkang peraturan.
Bayangkan jika pandemi Corona ini tak sanggup lagi Indonesia atasi. Bayangkan jika terjadi outbreak? Tentu akan sangat menakutkan sekali untuk kita semua.
Pesan Singkat:
Pesan Singkat:
Jika kamu mampu dan ingin menjadi dermawan, kamu bisa berdonasi untuk orang-orang kecil di tengah Pandemi Covid-19 ke @duniabelajarmalang. Mereka siap menyalurkan kebahagiaan kecil kamu untuk mereka. Bukti mereka bisa dicek di sini.
22 Comments
Sebenernya saya juga gregetan, yang rentan terkena efek buruk ini kan para orang-orang yang tua, tapi justru mereka ini yang paling susah untuk disiplin. Kadang-kadang capek harus bicara ke mereka, karena kadang ada yang meremehkan atau menganggap orang muda gak lebih berpengalaman dari mereka.
ReplyDeletePaling susah ngomong ke orang tua Kak. Kadang mereka menganggap kita berlebihan, khususnya kita yang tidak memiliki background pendidikan sesuai dengan bidang yang kita jelaskan. Seperti Covid-19, orang tua akan lebih percaya jika yang bicara adalah saudara yang bekerja di rumah sakit.
DeleteTapi terlepas dari itu semua, semoga kita tidak lelah untuk berbagi informasi kepada orang tua kita ya Kak.
Semoga segera berkhir pandemi ini
ReplyDeleteSemoga segera berakhir Pandemi Covid-19. Aamiin... Semangat Kak!
DeletePerjuangan tim medis memang harus diapresiasi ya. Semoga kita semua selalu dalam lindunganNya, aamiin..
ReplyDeleteBtw, gambarnya lucuk Nid ❤
Iyaaa... harus begitu. Kita minimal harus bisa menjaga kesehatan demi mereka juga.
DeleteSemangat ya Kak.
Dengan demikian, edukasi memang terus untuk dilakukan, tentunya juga kepada orang-orang yang entah belum paham atau tidak mau paham soal covid-19 ini.
ReplyDeleteIya, setidaknya orang-orang yang paham bisa membantu memberi edukasi terkait Covid-19, entah dengan bersantai di kampung gitu Kak.
DeleteJadi nggak perlu menunggu pemerintah juga.
Semangat ya Kak!
Saya perawat juga mbak, duh ga tau gimana rasanya kalau sudah diisolasi. Ga bisa komentar saya disini. Semoga saudaranya tetap aman dan tetap negatif dari paparan virus corona.
ReplyDeleteUntuk pasien seperti itu, berbohong, entah apa yang ada dipikiran mereka, sudah tahu positif, sudah tau dari zona merah, masih saja berbohong. Bahkan keluarga yang mengantar pasien tersebut juga tidak mau berterus terang. Pengalaman ini juga pernah saya alami.
Kakak saya yang perawat baca komentar Kakak, katanya "ternyata nggak hanya aku yang ngalami, sedih rasanya."
DeleteIya Kak, bersyukur kakak saya dan teman2nya negatif. Semoga seluruh tim medis yang bertugas mengurus pasien Covid-19 atau yang tidak tetap diberi kesehatan dan tetap bersemangat serta ikhlas dalam bekerja ya Kak.
Semoga juga masyarakat Indonesia makin mengerti sehingga semakin banyak yang sadar untuk sama-sama berjuang melawan Covid-19. Aamiiin...
Agak susah sih ka kalo gak sadar dari diri sendiri, mau dibilangi seperti apa juga kalau orangnya yang bandel dan tidak mengikuti omongan pemerintah ya mau gmna lagi. Kapan bisa berakhir kalau seperti ini terus, pasti akan terus berlangsung. Segala aktivitas dan kegiatan ditunda semua, jadi lumayan susah untuk berkomunikasi dari dekat. Ahh jadi sedih saya...
ReplyDeleteAgak susah, tapi bukan berarti nggak bisa sih Kak.
DeletePasti bisa kalau kita nggak menyerah ngasih pengertian.
Soalnya semua kembali ke cara kita menyampaikan dan setiap orang punya cara masing-masing untuk menerima apa yang kita sampaikan.
Semoga semua penundaan ini tidak menghalangi kita untuk tetap kreatif dan semangat.
Kok ya ada orang pinter nutup-nutupi dirinya sendiri sudah terpapar begitu .. , itu kan sama saja bunuh diri juga nularin ke yang lain.
ReplyDeleteWis, bener situasi jadi
kacay adanya virus menjengkelkan ini.
Ekonomi makin terpuruk. Buat makan saja banyak orang jadi kesulitan.
Bunuh diri dan ngajak yang lainnya bunuh diri juga rasanya itu Kak. Hufh... :( Bunuh diri kok ajak-ajak ya?
DeleteIya, sekarang kacau balau perekonomian Indonesia.
kasian ya para tenaga medis, sekarang sering bgt dijumpai pasien yang ngga jujur.. kalau kaya gini terus bisa gawat.. kalau tenaga medis sakit, nanti masyarakat juga yg rugi.
ReplyDelete-Traveler Paruh Waktu
Kalau kayak begini terus akan benar-benar outbreak, Indonesia bisa jadi tidak sanggup menyelesaikan. Tapi, mari kita ambil sisi positifnya dengan saling memberi sosialisasi yang baik kepada orang-orang di sekitar kita ya Kak.
DeleteSemangat untuk kita semua!
Beberapa waktu yang lalu aku juga membaca berita tentang adanya 57 tenaga medis di salah satu rumah sakit di Semarang terpapar Corona. Sebabnya pun sama dengan yang terjadi dengan kakaknya Mbak Einid, gara-gara pasiennya bohong. Gemes banget aku sama mereka-mereka yang bohong itu. Entah bohong kalau positif Corona, atau bohong kalau dalam 14 hari terakhir mereka pernah berkunjung di daerah zona merah. Karena informasi itu benar-benar penting untuk dirinya sendiri dan juga seluruh tenaga medis yang sedang menanganinya. Semoga aja gak ada kejadian yang sama yang terjadi lagi.
ReplyDeleteAduh aduh... serem sekali, ada 50 lebih tenaga medis yang terpapar Corona. :(
DeleteKenapa ya? Apakah nggak ada tetangga atau orang-orang di sekitar yang saling mengingatkan. Padahal Corona kan menakutkan. Di sini saja aku sering banget berusaha mengingatkan orang-orang di sekitar bahwa terdampak Corona itu bukan aib. Lebih baik segera berobat agar segera ditangani sedini mungkin Kak.
Selain itu, aku juga berusaha nggak ikut-ikutan bandel seperti masyarakat pada umumnya yang masih suka jalan-jalan di kala Pandemi Covid-19 ini Kak.
Semoga kejadian-kejadian bohong ini segera berkurang dan hilang agar Indonesia kembali normal. Aamiin...
Ya sudahlah. Berdoa saja. Lakukan yang kita bisa untuk memutus. Percayalah, dia pasti punya alasan yang tak mungkin dia ceritakan. Unseen insecurity. Tuhan juga ga akan tinggal diam. and then karma is real.
ReplyDeleteSabar!
Thank you Kak. Fighting!
ReplyDeleteAku juga pernah dengar dari berita, di rumah sakit Karyadi Semarang lebih dari 50 tenaga medis dikarantina karena ada pasien berbohong. Dia positif kena Corona tapi ngakunya tidak, akhirnya dokter dan tenaga medis lainnya di isolasi. Kasihan lainnya yang mau berobat, jadinya kan pelayanan kesehatan terganggu.
ReplyDeleteSaya paling gregetan sama orang yang bilang pandemik ini konspirasi dan semacamnya, lalu melanggar aturan yang ditetapkan pemerintah. Pandemik ini konspirasi atau tidak, apa tidak peduli dengan orang sekitar yang (bisa saja) tertular gara-gara kelakuan orang ini? Belum lagi tenaga medis yang semakin sibuk karena angka orang terjangkit makin banyak, apa tidak ada empati? Astaga, Indonesia, Indonesia... Orang-orangnya memang menggemaskan sekali. :)
ReplyDeleteBerjejaklah ketika berpetualang di sini.
TERIMA KASIH sudah membacaku dan telah berjejak di kolom ini.