DUNIA MELIHATKU - Kamu pernah nggak masuk ke bioskop dan serasa naik roller coaster? Buat sebagian orang, naik roller coaster itu nakutin, seru, tapi ngangenin, eh candu. Nah, itulah yang aku rasain. Aku termasuk tipe orang yang nggak kapok tapi juga was was kalau mau nyoba lagi. Begitulah film Joker, film dark yang ngajakin penontonnya naik roller coaster. Kok bisa?
Joker. Put on a happy face. Gambar: Google
Awalnya aku nggak tertarik nonton film Joker karena aku malas saja nonton. Apalagi filmnya kenapa harus sekontroversi itu sih? Halah... paling-paling juga cuma strategi pasar. Strategi pasar film ini pasti memanfaatkan rujukan kejadian tahun 2012. Pada saat itu, terjadi peristiwa penembakan massal yang dilakukan pelaku dengan kostum Joker di Colorado, Amerika Serikat. Pasti ini hanya omongan semata biar orang-orang semakin tertarik untuk menonton.

Sebenarnya, waktu aku nonton film ini, aku dalam keadaan nggak sehat secara mental. Eits, bukan sakit mental kayak Jokernya. Tapi, aku sedang lelah dengan rutinitas sehari-hari, khususnya kehidupan kerja. Berhari-hari sampai 2 mingguan sakit. Migrain juga berkali-kali kambuh dan harus minum obat untuk mengurangi nyerinya. Bahkan aku sampai berhenti mengurusi dunia melihatku. Semoga ada yang ngerti maksudku...

Tapi, sepulang dari menonton film Joker, aku merasakan beberapa hal di luar ekspetasiku.

1. Alur Plot Lambat tapi di luar dugaan


Film Joker garapan Todd Phillips sengaja memberi banyak surprise di tengah-tengah film. Hal ini terlihat dari kemasan plot yang diatur di awal-awal cerita. Cerita menampilkan Joker yang menyayangi ibunya. Ketika semua semakin membosankan, tiba-tiba satu per satu konflik cerita mulai terkuak dan di sanalah Joker yang diperankan oleh Joaquin Phoenix membawa penonton untuk menikmati roller coaster yang semakin cepat.

2. Kamu akan lebih peduli tentang Sakit Mental

Menurutku Film Joker bukan tentang "orang jahat terlahir dari orang baik yang tersakiti". Jangan membandingkan tentang orang jahat dan orang baik dengan seseorang yang sakit mental. Jika kita mencari tahu di internet atau buku-buku yang berkaitan dengan gangguan mental, kita akan menemukan salah satu catatan bahwa seseorang yang mengidap gangguan mental akan mudah menyakiti diri sendiri atau orang lain. Namu, melalui film Joker, kita diajak untuk lebih peduli tentang Sakit Mental. Khususnya di Indonesia, penyakit mental masih belum memiliki ruang yang luas. Harapanku sih, penyakit mental mendapatkan ruang yang layak ke depannya.

3. Sebagian besar dari diriku merasa bahwa aku adalah Joker

Aku yakin sebagian besar dari kita mengalami rasa "aku terwakili oleh Joker", termasuk aku. Iya nggak sih? Dengan mengusung latar tahun 1970-an, Joker diceritakan mengalami perundungan dan menjadi salah satu dari masyarakat yang terbuang. Lantas, ia memberontak. Dan wajar bahwa kita merasa bahwa apa yang dilakukan Joker mewakili diri kita. Tapi, balik lagi kan? Joker sakit mental dan nggak mendapatkan penangan yang benar. Jadi, dia nggak bisa mengontrol dirinya sendiri saat mengawali sesuatu? So, I think Joker's not really related to me myself. Aku ya aku. Joker ya Joker.

Keluar dari pintu exit bioskop, aku merasa bahwa aku bisa menjadi lebih baik karena permasalahanku nggak seberat permasalahan yang dihadapi Joker. Tapi, memang sih imajinasiku jadi kacau. Aku ingin menyakiiti orang-orang yang telah menyakitiku. Tapi, kembali lagi... I'm myself. I'm not Joker. Joker is Joker.

Terima kasih Joker, kamu membuatku berkeinginan untuk menikmati kehidupan ini meskipun ada banyak orang yang menyakitiku. Dan aku sadar bahwa aku mungkin pernah menyakiti orang-orang di sekitarku.

However, it's life...
I'm sorry and I have forgiven you.

26 Comments

  1. Abis nonton ini aku ketawa ketawa sendiri dan temen-temenku khawatir

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wkwkwk...
      Tertular tawanya Joker ya Kak Aul?
      Aku malah linglung keluar dari nonton film Joker.

      Delete
  2. Iya, itu cerita dikemas cukup rumit: Satu sisi dia diangkat dari komik sederhana dengan aksi mengemuka, tapi kemudian cerita segera menjadi lebih kaya ketika faktor psikologis tokoh di tonjolkan dan ternyata mewakili realitas kemanusiaan. Sangat kompleks. Bahkan pada cerita lain yang masih berkaitan ketika Joker terbunuh Batman tidak pernah berhenti menyesali dirinya sendiri karena gagal mencegah kematian musuh bebuyutannya.

    Pada kesadaran yang lebih tinggi kita menyadari bahwa di dunia ini kita adalah sebuah realitas dengan kesatuan segalanya begitu akrab dan intim dengan diri kita sendiri seperti sebuah cermin dengan bayangan yang menakutkan.

    Sebuah review yang bagus.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Kak, aku sampai bingung mau review dari sisi mana karena terlalu kompleks. Aku juga merasa kayak nggak bisa menyalahkan Joker karena memang dia juga sakit mental dan nggak mendapatkan perawatan dengan baik.

      Delete
  3. aku sudah nonton kak. seru sih tapi kejam

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener banget, seru tapi kejam. Aku paling nggak nyaman ketika menonton salah satu adegan pembunuhan yang serampangan sekali. Gila parah!

      Delete
  4. Kalau aku malah suka model film yang satire, psichological suspense seperti ini. saya selalu lebih tertarik membaca atau melihat dark character. Mereka melakukan hal yang orang anggap jahat itu pasti ada sebab dan cerita di balik itu. Tokoh pemeran utama yang terlalu baik baik saja bagi saya kurang menarik. jangan jangan saya mentalnya gimana gitu yaa ehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah... Wah... kayak temenku aja Kak. Bukan soal mental sih. Berarti Kakak punya ada ketertarikan untuk memahami mereka. Bisa jadi kalau ketemu mereka secara langsung, kakak tertarik untuk memahami mereka. Jadi psikiater atau psikolog aja Kak.
      Eh... Hehe...

      Delete
  5. Penasaran tapi belum punya kesempatan nonton sepertinya, nggak mungkin aku bawa anak untuk nonton dark film :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah... jangan menonton Joker dengan anak di bawah umur ya Kak, filmnya bener-bener serem dan bisa memberi dampak traumatis.

      Delete
  6. "Orang jahat adalah orang baik yang tersakiti," hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tapi, dia bukan orang baik yang tersakiti sih kak menurutku, tapi lebih ke karena dia sakit mental illness yang membuat dia tidak bisa mengontrol diri.
      Ah, bingung juga sih aku.

      Delete
  7. aku kapok sih naik roller coaster, cukup sekali seumur hidup.
    Tapi aku memang suka cerita tentang kesehatan mental semacam ini, asal ga penuh darah hehehe..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wakakak... Aku suka sekali naik roller coaster. Tapi, semenjak ada berita on the spot, aku jadi nggak mau naik roller coaster sih.

      Oh ya, sayangnya Joker terlalu banyak darahnya Kak. Huhu...

      Delete
  8. Kelak kita kudu nonton bareng film yang sama dan bikin review bareng dengan sudut pandang masing-masing, Nek...

    Seru pastiii

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya ya, ayuk Poppy kita kapan-kapan nonton bareng. Kalau mau nonton, kabarin dong Poppy.

      Delete
  9. Uh.. Pengen banget nonton film ini karena temanya yang tentang kesehatan mental. Tapi kenapa bioskop harus jauh dan saya kerja terus...
    Kapan dong nonton joker....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wkwkwk...
      PAdahal keren sih filmnya, meski alur awalnya lambat.
      Wah... nonton waktu istirahat coba Kak, eh... pulang kerja deh, gimana?

      Delete
  10. Sekarang joker seolah jadi pembenaran kalo ada yang berbuat jahat karena balas dendam :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa, bener tuh Bang Day. Padahal Joker ini penggambaran dari orang sakit mental yang tidak mendapatkan penanganan yang baik, bukan karena mau balas dendam sih menurutku.

      Delete
  11. Entah kenapa aku bingung mau komen apa tentang film apa, sebelum merit aku pernah jd penggila bioskop, sebulan bisa nonton sampe 8kali dan aku selalu menikmati film yg aku tonton, tp knp ya pas nonton Joker ini aku sampe ketiduran, bnr2 ga ada yg wah buat aku, padahal suamiku aja takut bgt aku yg lg hamil muda ini kenapa2 abis nonton Joker, karna katanya kan film ini bisa mempengaruhi mental penonton gitu kan, lha aku aja bosen bgt nontonnya wkwkkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wiih Kak Meta ternyata hamil tapi masih nonton film Joker, sebenarnya tergantung pribadi masing-masing sih Kak kalau ngomongin mempengaruhi mental.
      Soalnya aku sendiri nggak terpengaruh, padahal aku lagi posisi nggak sehat waktu nontonnya.

      Semoga debay dan ibunya sehat ya Kak.

      Delete
  12. Kenapa bnyak orang membicarakan joker,, hahaha
    aku jadi ketinggalan informasi,, thx ud jadi gag kepo lagi skrg,,, :v

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha...
      Karena memang menarik untuk dibicarakan sih.
      Aku aja jadi kepo, akhirnya ya selesai sudah rasa penasaranku setelah menonton Joker.
      Wkwkwk...

      Delete
  13. Saya nggak mau nonton, bukan karena saya takut sakit mental, tapi saya nggak suka film yang berdarah-darah sadis gitu, terlebih takutnya disalah artikan, sehingga orang berbuat salah katanya depresi.

    Sudah banyak nih terjadi, bukan meremehkan depresi, tapi setidaknya mari lawan depresi, obati depresi, agar tidak merugi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Kak, nggak semua orang suka film sadis begitu. Aku dulu juga nggak suka. Tapi, sekarang aku tertular teman-teman yang suka film berdarh-darah, tapi nggak parah sekali.

      Iyaa, semoga di Indonesia sakit depresi bisa mendapatkan penanganan yang lebih baik ya Kak. Aamiin..

      Delete

Berjejaklah ketika berpetualang di sini.

TERIMA KASIH sudah membacaku dan telah berjejak di kolom ini.