DUNIA MELIHATKU - Baru-baru ini kita dikejutkan dengan berita "Belajar Daring Akan Permanen". Lalu, salah satu orang tua siswa yang belajar di Bimbingan Belajar Dunia Belajar menyahut dengan penuh candaan, "punya menteri terlalu canggih, ya begini jadinya..." Aku hanya bisa tersenyum samar membaca chatting Mama Muda yang sudah bingung bagaimana menghadapi pembelajaran daring angkatan baru.

Belajar Daring Permanen atau Platform PJJ Permanen? Gambar: Pixabay
Belajar Daring Permanen atau Platform PJJ Permanen? Gambar: Pixabay


Sebenarnya, aku sampai detik ini tidak fokus memahami sistem pendidikan Indonesia apalagi pembelajaran daring. Hidupku terlalu sebentar untuk memahami berbagai macam hal yang terjadi di dunia ini secara bersamaan. Aku fokus memahami satu hal saja, kamu... Eh, ya bukan dong! Aku fokus dengan bidang yang tengah aku lakukan saja, ya? It's fine, right?

Aku cukup kaget mendengar simpang siur berita "Belajar Daring Permanen". Dampak dari Covid-19, eh... maaf, padahal aku sudah janji nggak ngomongin Covid-19 lagi, tapi ya lagi-lagi masih ada tali persaudaraan dengan Covid-19 sih temanya.

Dampak Covid-19 bisa membuat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Nadiem Makarim yang pernah dikatakan sebagai menteri pendidikan ala millenial ini mendapatkan inspirasi menjadikan belajar daring permanen. Wow... Tepuk tangan semuanya... Tepuk tangan lebih meriah lagi... lebih keras lagi... sampai telapak tangan kita memerah...

Aku sebenarnya cukup merespon dengan kata, "oh... belajar daring permanen". Tapi, nyatanya banyak sekali teman-teman, khususnya dari Dunia Belajar yang menyampaikan curahan hati mereka bahwa mereka belum siap dengan yang namanya belajar daring permanen. Nah kan, ini bikin penasaran.

Pembelajaran Daring Indonesia 2020?

Sehebat apa sih? Nyatanya banyak keluhan dari siswa, orang tua, maupun guru selama melaksanakan belajar daring pada Tahun Akademik Pandemi Covid-19. Beberapa di antaranya sudah aku rakum untuk kita renungkan bersama.

1. Siswa merasa kurang leluasa belajar daring

Banyak anak-anak sekolah yang mengatakan bahwa mereka tidak bisa leluasa bertanya dan berdiskusi dengan guru maupun teman-teman mereka seperti yang biasa mereka lakukan di sekolah mereka. 

Mereka juga meras kurang bersemangat, khususnya anak-anak usia SD ke bawah, anak-anak usia dini biasanya suka melakukan segala sesuatu bersama teman-temannya karena mereka merasa "temenku belajar membaca, aku juga harus bisa belajar membaca juga." Kebiasaan ini merupakan salah satu cerminan bahwa manusia itu makhluk sosial, mereka cenderung suka termotivasi terhadap hal-hal yang ada di sekelilingnya.

2. Tidak semua orang tua memiliki kemampuan terlibat secara langsung

Setuju sih kalau orang tua adalah media pembelajaran pertama anak-anak. Tapi, tidak semua orang tua memiliki kemampuan terlibat dalam dunia pembelajaran anak-anak secara langsung.

Apalagi orang tua yang harus bekerja dua-duanya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin tinggi? Sementara itu, anak-anak masih tetap perlu pendampingan atau pengawasan secara langsung, bukan? Beberapa orang tua pasti punya tujuan menyekolahkan anak-anak mereka, selain agar mereka mendapatkan ilmu pengetahuan, juga agar ada yang mengawasi dan menemani mereka selagi orang tua sedang bekerja.

3. Tidak semua guru terbiasa dengan teknologi

Aku setuju kalau setiap guru perlu melek teknologi karena bagaimanapun guru harus bisa mengikuti perkembangan dunia karena perkembangan dunia juga perkembangan generasi kita. Iya kan? Tapi, nggak semua guru bisa dengan cepat mempelajari teknologi, apalagi yang sudah tidak muda lagi.

Semua ini perlu proses yang tidak sebentar, khususnya bagi guru yang sudah bukan saatnya lagi belajar teknologi dari dasar sampai pro seperti siswa atau mahasiswa. Padahal mereka inginnya bisa melakukan banyak hal menggunakan teknologi. Misal nih, guru punya ide pengen bikin video pembelajaran animasi, tapi emang bisa bikin? Nggak kan? Mau minta dibikinin animator, kok ya mbayar maneh toh (Kok ya bayar lagi sih). Itu pun kalau guru tau penyedia jasanya. Sementara kalau di kelas secara langsung, guru bisa gambar aja di buku gambar. Beres kan? Kok bisa? Ya kan guru pernah belajar gambar semasa sekolah.

Belajar Daring Permanen atau Platform PJJ Permanen
Ketika aku merindukan Dunia Belajar sedang belajar bersama tanpa takut jarak. Gambar: Nita (anggota Dunia Belajar)

Tina Toon Mengkritik, Aku???

Siapa yang kenal Tina Toon? Kalian pasti sedang berjuang menjadi orang tua atau guru yang baik untuk anak-anak yang sedang belajar daring.

Anggota DPR DKI Jakarta, Tina Toon mengkritik wacana Mas Nadiem Makarim. Baginya, Indonesia belum siap belajar daring secara permanen. Alasan dia juga masuk akal, mulai dari nggak semua orang kaya dan nggak semua masyarakat sudah melek teknologi.

Aku juga setuju, apalagi sinyal? Nggak semua orang tinggal di tempat bersinyal bagus. Baru-baru ini aku melakukan perjalanan di Jawa Timur dan belum terlalu pelosok saja, smartphone-ku yang katanya pintar sudah kehilangan sinyal beberapa kali. Apalagi kalau belajar daring permanen, setuju deh sama celetukan salah satu orang tua siswa di Dunia Belajar"punya menteri terlalu canggih, ya begini jadinya..." Aku tambahin, "mas menteri jadi lupa sama masyarakatnya yang pelosok-pelosok."

Belajar Daring Nggak Permanen Kok, Platformnya saja

Setelah mengikuti berbagai berita yang diterbitkan dari berbagai media online Indonesia, nyatanya yang permanen bukan belajarnya tapi platformnya saja.

Maksudnya sih, belajar daring tidak akan menjadi permanen. Finally, gedung-gedung sekolah atau kuliah nggak bakal jadi gedung berhantu secara permanen. Lalu, yang permanan platformnya itu bagaimana?

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia kekinian ini merencanakan berbagai platform Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) baik yang daring (online) maupun luring (offline) selama pandemi akan dijadikan permanen. Begitu lho... Jadi, kebutuhan belajar yang selama pandemi digunakan untuk belajar itu akan digunakan secara permanen.

Mas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia saat ini sedang menyiapkan kurikulum PJJ dan modul pemebalajarannya menjadi permanen dengan kawan-kawannya. Siapa saja mereka? Jelasnya mereka Genk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Semangat genk!!!

Belajar Daring Permanen atau Platform PJJ Permanen
Siapa saja bisa belajar bersama di Dunia Belajar. Gambar: Yuni (Anggota Dunia Belajar)

Dunia Belajar Untuk Kita Semua

Terlepas dari sistem pendidikan Indonesia yang masih dan masih dibenahi, Bimbingan Belajar Dunia Belajar hadir memberikan les baik gratis maupun berbayar serta daring atau luring untuk teman-teman yang membutuhkan. Dunia Belajar menerima siswa dari PAUD sampai pekerja atau penganggur sekalipun. Nah, bagi yang butuh belajar, hubungi kita saja... Kita ingin menciptakan suasana belajar yang baik dan menyenangkan dengan saling mendukung dan menyemangati.

Kita juga butuh dukungan kalian untuk support kita di facebook page dan instagram @duniabelajarmalang . Tanpa support kalian, kita akan tenggelam. Sungguh!

Jadi, bagaimana menurutmu? Setujukah dengan gerakan Mas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Nadiem Makarim dan genk-nya?

Referensi:

29 Comments

  1. Secara fasilitas di kita belum menunjang pembelajaran daring. Orang yang tinggal dikota saja belum tentu punya gadget memadai. Belum tentang sinyal yang belum stabil.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Kak. Lagi pula, tidak semua guru sanggup memahami gadget. Khususnya generasi yang lebih dewasa dari kita.

      Semoga Covid-19 segera selesai ya Kak. Aamiin...

      Delete
  2. Adanya epidemi ini betul banyak banget imbasnya. Salah satunya sekolah sistem pembelajaran berubah total.
    Hanya saja pertanyaannya Indonesia ini masyarakatnya masih masa transisi, masih banyak warga yang mampu menguasai tekhnologi dan belum semua daerah penerimaan signal telekomunikasi itu bagus.
    Kurasa kalau total dijadikan sekolah daring keadaan di Indonesia belum cocok.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Indonesia masih dalam masa transisi. Generasi nenek kakek tidak tahu teknologi, kok dipaksa? Kok rasanya berat jadinya. >,<
      Tapi, ya semoga balik lagi... Pemerintah bisa mengimbangi dengan memberikan sosialisasi. Semangat Kak!

      Delete
  3. Kebetulan suamiku guru, sejak WFH kuota internet jebol, tagihan listrik melonjak karna colok laptop trs dll, sedangkan gaji tetap, hadeh. Aku sebagai istri guru aja ngeluh, apalagi buat orang tua murid, bayaran SPP full tp pasti belajarnya ga semaksimal kalau di sekolah. Mreka juga hrs memfasilitasi smartphone & kuota buat anaknya. Semoga pandemi ini cepat berakhir, AMIN

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, ternyata suaminya Kakak guru, jadi bisa merasakan dampaknya langsung ya Kak? >,<
      Sekarang sudah banyak orang tua yang memilih menggunakan wifi juga di rumah untuk mengurangi biaya paket data.
      Semangat ya Kak!

      Delete
  4. Harusnya negara +62 lebih bisa mengerti dan paham akan kebutuhan masyarakatnya, terutama untuk sekolah-sekolah dan perguruan tinggi sekalipun. Nggak cuma fokus ke satu sisi, tapi sisi yg lain terabaikan. Ya begitulah, hehe..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tapi, agak sulit juga barangkali mau fokus ke segala arah. Iya kan?
      Soalnya Indonesia itu beraneka ragam masyarakat dan lingkungannya.
      Nggak bisa disamaratakan. Tapi, kalau mengambil umum, sulit juga. >,<
      Entahlah ya Kak, jaga kesehatan saja dulu. Hehe...

      Delete
  5. Saya sebagai ortu murid tidak setuju jika caranya merupakan KEWAJIBAN TOTAL karena faktor di lapangan tidak sesederhana itu.

    Sebagai admin WAG kelas Palung waktu di kelas 4, ada ortu yang bikin drama dan memprovokasi terus sehingga sistem yang sudah disusun guru seuai acuan dan petunjuk pengawas sekolah jadi berantakan dengan akibat anak lain yang tidak unggul dalam bidang pelajaran jadi kena imbasnya.

    Nah, yang terbaik adalah pemerintah juga memperhatikan masalah lokal dan sosial yang dialami masyarakat. Belajar harus dibuat dengan cara yang mudah dan menyenangkan tetapi aman dan tidak membebani.

    Dunia Belajar keren banget. Sayang jauh di Malang. Semoga tetap beroleh banyak dukungan karena potensi anak usia dini untuk belajar harus terus diasah dan dikembangkan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, bener banget Kak, aku juga setuju. Faktor di lapangan "tidak sesederhana itu".

      Kok aku setuju juga dengan pemerintah yang perlu memerhatikan masalah lokal dan sosial. Lalu, alangkah baiknya pemerintah juga membuat setiap daerah memiliki cara belajar sendiri-sendiri. Hal ini untuk menyesuaikan permasalahan di setiap daerah, benar kan, Kak?

      Wah, terima kasih Kak. Semoga Dunia Belajar bisa mencapai nusantara ya Kak.

      Delete
  6. waktu membaca ini, langsung jleb. iya saya sebagai salah satu pekerja di jaringan telekomunikasi, mengiyakan apa yang kak einid resahkan. memang kebanyakan di pelosok-pelosok jaringan komunikasi kita memang masih terbatas. nyatanya, perluasan jaringan komunikasi hanya berpusat pada kota yang memiliki jumlah penduduk lebih banyak dibanding di desa/pelosok. yang tentunya nilai revenue terbesarlah yang diharapkan oleh perusahaan telekomunikasi itu sendiri. sungguh ironi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh iya ya, terjawab juga alasannya. Ternyata kenapa di pelosok signal susah, hal ini dikarenakan provider lebih mengutamakan daerah perkotaan dengan alasan yang cukup masuk akal, nilai revenue lebih tinggi.
      Menarik.
      Terima kasih informasinya Kak.

      Delete
  7. Betul sekali. Saya punya anak kelas dua SD sampai sekarang belum ada pembahasan tentang pembelajaran secara daring atau online. Bahkan bikin grup WhatsApp juga ngga, mungkin karena gurunya sudah berumur kali ya.

    Saya juga tinggal di desa dimana sinyal jadi kendala, padahal ngga pelosok-pelosok amat. Kalo video call sama saudara saja, kadang macet macet.😂

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, lalu bagaimana kelanjutannya Kak? Apakah sekolah benar-benar daring atau offline dengan cara guru berkunjung ke rumah siswa?

      Delete
  8. Saya lebih suka dengan belajar secara daring, belajar secara daring bisa lebih cepat dibanding dengan belajar secara biasa. Secara daring bisa menghemat waktu juga, tapi ya kalau pedesaan seperti saya kan jaringan kurang mendukung jadi agak susah juga. Masing masing ada kelebihan dan kekurangan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Belajar daring bisa dipahami oleh orang dewasa, namun kalau untuk anak-anak sepertinya kurang dapet feelnya Kak. Kan anak-anak suka berlari-larian.

      Semangat ya Kak!

      Delete
  9. Wah, aku baru tau Tina Toon jadi anggota DPR. Wow, cool. She got the balls 😄

    Hmm, kalo menurut aku sih masih banyak yg perlu dibenahi deh. Soal jaringan internet yg masih belum stabil. Lalu ada beberapa sekolah yg mewajibkan setiap anak punya komputer / laptop tapi kan gak semua orang tua mampu beli.. mungkin untuk bayar listrik aja ngepas banget. Mungkin penunjangnya dulu yg diperbaiki. Atau mungkin tiap anak dapat ipad gratis untuk belajar.. ahahah. Ada sekolah di singapore gak tulis-tulis di buku tulis lagi..ya pake ipad paling text book aja yg masih kertasan. Ada aplikasinya, cek tugas, forum, pm, daftar nilai, jadwal ya di aplikasi itu. Seru sih kalo anak-anak Indonesia bisa mengikuti itu jadi gak bawa buku tebal-tebal lagi kasian tulung punggung anak nanti udah dewasa bungkuk... tapi ya balik lagi penunjangnya mungkin harus diperbaiki dulu butuh waktu lama sampai terbiasa.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah, kalau yang dimaksud Mas Nadiem Makarim ini platform atau rencana kerja model daring ini yang akan dipermanenkan, bukan belajarnya yang permanen daring.
      Begitu Kak.
      Barangkali, sekolah di Singapore bisa dicontoh juga Kak. Tapi, mungkin belum bisa keseluruhan. Ya kan?

      Delete
  10. Gimana ya.. Nyatanya memang masih banyak banget daerah-daerah di indonesia yang nggak memungkinkan untuk program belajar daring ini, begitu juga nggak semua keluarga punya fasilitasnya. Tapi adanya pandemi ini emang bikin semua hal jadi amburadul. Mungkin pemerintah juga bingung menanganinya.
    Kalai udah gitu hanya bisa berdoa semoga ada solusi yang terbaik ya mbk😊
    Sedih juga kalau sistem pendidikan jadi begini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Kak, semoga semua yang sedang amburadul ini bisa mendapatkan solusi terbaik. Semangat ya Kak!!!

      Delete
  11. sama ada kita suka atau tidak, dalam keadaan dunia pada hari ini memaksa kita menerima sesuatu yang baru. jika sebaliknya, kita mungkin akan ketinggalan banyak perkara. dunia hari ini terlalu pantas untuk dikejar dan dunia pendidikan juga tidak terkecuali

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Kak, kita mungkin tertinggal, tapi kita pasti bisa mengejar ketertinggalan kita kalau kita mau positive thinking. Tapi, tetap, pemerintah Indonesia harus bisa memikirkan dari segala arah karena Indonesia meski kecil, tapi setiap daerah berbeda-beda. Belum bisa dikatakan sama rata.

      Semangat ya Kak!!

      Delete
  12. Oalah begitu toh mbak.. terima kasih sudah meluruskan pandangan saya ahahahahha :v.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Kak Michael, terima kasih kembali Kak. Semangat!

      Delete
  13. Kalau daring ini memang lumayan susah, Mbak Einid. Di rumah mertuaku yang gak pelosok-pelosok amat aja sinyal udah hilang. Apalagi di daerah yang pelosok beneran.🤭

    Ngomong-ngomong, adekku ini sudah mulai mengeluh dengan terlalu lamanya pembelajaran secara daring. Katanya kangen sama teman-teman. Mudah-mudahan pandeminya cepat berlalu, dan anak-anak bisa belajar di sekolah seperti biasa ya, Mbak.😄

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Kak, belum pelosok saja kok ya sudah susah signal, apa kabar yang ada di pelosok sekali?

      Sama Kak. Aku yang bekerja kantoran juga sudah bosan kerja keseringan work from home begini, melelahkan dan membosankan. Lebih tepatnya sih, aku sebenarnya betah-betah saja di rumah saja. Tapi, kalau kerjanya gini beribet Kak. Enak sekalian di kantor.

      Semoga Covid-19 segera pergi dari Indonesia. Semangat ya Kak!

      Delete
  14. apapun gayanya, yang penting hasilnya. cuma saya nggak yakin soal hasil ini

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, aku juga penasaran dengan hasilnya, tapi entah bagaimana. Mari kita tunggu hasilnya bersama-sama Kak.

      Delete

Berjejaklah ketika berpetualang di sini.

TERIMA KASIH sudah membacaku dan telah berjejak di kolom ini.